Pengunjung PGT

Senin, 09 November 2015

Pendahuluan - Yang Ter Abaikan

Pendahuluan


Raja Nai Ambaton generasi keempat dari Si Raja batak, keturunannya telah menyebar ke berbagai penjuru. Bila di tinjau dari segi kuantitas, keturunan Raja Nai Ambaton sangat unggul dari rumpun-rumpun marga lain dari seluruh suku Batak yang ada. Namun bukan demikian dengan kualitas, kita harus berani mengakui bahwa keturunan Raja Nai Ambaton masih tertinggal bila harus dibandingkan dengan marga-marga lain khususnya dalam bidang sumber daya manusia. Apakah ini merupakan suatu efek dari belum adanya kepastian maupun satu pemahaman yang sama terhadap tarombo kita ?
 
Penulis tidak ragu mengatakan bahwa; salah satu faktor penyebab ketertinggalan itu adalah karena belum adanya satu patokan maupun pegangan tarombo bagi kita, mengakibatkan minimnya rasa kebersamaan, minimnya rasa saling pengertian satu sama lain, bahkan kadang telah menjurus kepada perselisihan maupun permusuhan antara kelompok-kelompok kecil tertentu. Disisi lain, kita sering terbelenggu dengan pola pikir siapa yang tersulung diantara kita, bahkan ada yang langsung mengklim begitu saja tanpa dasar bahwa merekalah yang paling sulung. Kita tidak pernah berpikir jauh kedepan, tetapi justru yang terjadi adalah curiga mencurigai dan saling menjatuhkan satu sama lain. Dengan demikian, bukan tidak mungkin faktor ini salah satu penyebab utama ketertiggalan itu.
 
Bila ingin menyelesaikan suatu persoalan, kita harus berani berdiri tegak ditengah persoalan itu, jangan sekali-sekali melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda-beda. Kita harus berpikir jernih, obyektif, hati-hati dan selalu mengutamakan prinsif-prinsif kebersamaan. Demikian juga halnya dalam mengurai tarombo yang telah terlanjur ruet ini, jangan sekali-sekali kita berusaha mencari dalil-dalil untuk mempertahankan kesulungan tidak berdasar, karena hal tersebut hanya akan memperkeruh situasi. Kesulungan tanpa pengakuan dari pihak lain adalah kesulungan semu. Kesulungan yang dapat diklim siapa saja dan kapan saja bila orang itu berkehendak dengan segala keinginannya dan segala kemampuan yang dimiliki. Kesulungan “semu” ibarat rumah tak bertuan yang dapat dimiliki siapa saja dengan mengandalkan otot maupun materi. Jangan kita pertaruhkan kebersamaan demi hanya mempertahankan ego masing-masing, ego yang seyogianya tidak perlu terjadi, ego yang hanya akan menimbulkan degradasi moril dan degradasi kebersamaan. Bila hal ini tidak segera dihentikan, bukan tidak mungkin menyebabkan biasnya kebersamaan itu hingga dititik yang sesungguhnya tidak kita harapkan yaitu perpecahan.
 
Rumitnya persoalan yang kita hadapi saat ini merupakan warisan para pendahulu kita, warisan dari mereka yang selalu mengedepankan tenggang rasa dengan alasan kebersamaan “semu”, kebersamaan tanpa dasar yang pasti. Mereka enggan untuk mengungkap kebenaran itu, kebenaran yang sudah selayaknya tidak ditutup-tutupi, kebenaran yang dapat menyatukan kita semua saat ini kedepan dan selamanya, walau awalnya memang terasa pahit. Kita sudah saatnya merubah pola pikir, pola pikir yang dirintis dan ditinggalkan oleh pendahulu kita, pola pikir yang tidak dapat kita harapkan untuk memperbaiki menyelesaikan persoalan yang ada saat ini, yaitu pola pikir yang tertuang dalam suatu perumpamaan; eme na masak i gagat ursa, i na masa i ma ta ula. Untuk itu, kita satukan visi dengan tekad bulat tidak akan mewariskan rumah yang rusak kepada anak cucu kita kelak, sehingga mereka tidak terbebani pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya diselesaikan para pendahulunya.
 
Pomparan Raja Nai Ambaton terdiri dari 5 sub suku yakni ; Toba, Simalungun, Karo,Pakpak dan Mandailing. Memang kita harus akui betapa rumit untuk menyatukan pemahaman dan pola pikir kelima etnis yang terdiri dari beberapa budaya dan adat istiadat yang berbeda ini, walau hal itu bukan menjadi alasan untuk pembenaran. Di Pangururan selaku sumber utama dari tarombo ini sudah sejak lama menganut pemahaman yang sedikit berbeda dari yang lain yakni ; pemahaman yang berdasar ipar-ipar partubu yang melahirkan kesepakatan siapa yang duluan lahir merekalah siabangan. Demikian juga di daerah Simalungun, telah lama terjadi pemahaman yang agak unik yakni adanya istilah sanina terhadap sesama satu marga, siapa yang terlebih dahulu lahir merekalah dipanggil abang sebagaimana yang terjadi di Pangururan dengan istilah yang berbeda. Begitu juga di daerah Pakpak dan Mandailing, kita harus salalu banyak memberikan pemakluman karena mereka telah lama menyatu dengan pengaruh lingkungan yang berakibat seolah mengabaikan garis keturunan itu. Namun janganlah hal itu jadi penghalang bagi kita untuk tetap semangat menjalin kebersamaan yang mungkin saja telah lama kita abaikan.
 
Sebelum kita berangkat kepersoalan berikutnya, alangkah baiknya bila kita bersepakat dengan beberapa poin poin penting tersebut diatas. Karena hal itu merupakan suatu prasyarat untuk melanjutkan persoalan berikutnya yakni; pengupas satu persatu hal-hal yang tersembunyi dibalik tabir gelap itu. Tabir gelap yang mungkin bagi sebagian orang tabuh dibicarakan, tabir gelap yang mungkin saja sudah diketahui sebagian orang namun berusaha menutupinya, tabir gelap yang dapat mengungkap siapa sebenarnya kita semua. Tabir gelap yang dapat mempererat kebersamaan dan mempersatukan kita saat ini, kedepan, dan selamanya , walau mungkin pada awalnya terasa pahit bagi pihak-pihak tertentu.
 
Dalam topik-topik berikut kita akan sering menemukan munculnya nama tokoh tertentu, hal itu terpaksa kita lakukan karena semua persoalan yang ada bermuara pada tokoh tersebut beserta turunannya. Untuk itu, kami merasa sangat perlu menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak. Kami bukan bermaksud mengkultuskan tokoh itu, dan juga bukan bermaksud memojokkan. Bila memang kami bersalah atas hal ini, biarlah Tuhan yang menghukum kami. Sekali lagi, dari relung hati yang paling dalam, dengan tulus iklas kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.


Penulis : Norman Sidabutar.

1 komentar:

  1. //Raja Nai Ambaton generasi keempat dari Si Raja batak, keturunannya telah menyebar ke berbagai penjuru. Bila di tinjau dari segi kuantitas, keturunan Raja Nai Ambaton sangat unggul dari rumpun-rumpun marga lain dari seluruh suku Batak yang ada//

    Ini klaim tanpa fakta pendukung.

    BalasHapus