Tano Ponggol tentu tidak asing lagi bagi kita, khususnya masyarakat
yang berasal dari Kabupaten Samosir. Tano Ponggol dalam bahasa asli
lokal disebut Tano Magotap, yang memisahkan Pulau Samosir dengan Pulau
Sumatera yang terletak sebelah Barat Pulau Samosir, Kabupaten Samosir,
Provinsi Sumatera Utara. Sebutan Tano Ponggol/
Tano Magotap dilatarbelakangi sejarahnya. Konon sebelum masa penjajahan
Hindia Belanda Pulau Samosir menyatu dengan Sumatera dan pada masanya
belum ada kata pulau tetapi hanya Samosir.
Sekitar Tahun 1900-an, waktu itu Indonesia masih dijajah Belanda
termasuk Samosir, dan pada saat itu yang berkuasa di Pemerintahan Hindia
Belanda adalah Ratu Willhelmina (pengakuan orang tua dulu yang ikut
kerja paksa menggali Tano Ponggol). Sekitar 1905 Pemerintah Hindia Belanda memerintahkan kepada Tentara
Belanda yang ada di Sumatera Utara, untuk melakukan kerja paksa menggali
tanah sepanjang 1,5 km dari ujung lokasi Tajur sampai dengan Sitanggang
Bau. Kerja paksa atau rodi (istilah lokal) sangat menyedihkan. Bekerja
dengan tanpa gaji, dijaga ketat dan dengan ancaman senjata api yang
diarahkan ke para pekerja.
Kurang lebih 3 tahun rodi, Danau Toba sebelah Utara dan sebelah
Selatan akhirnya tersambung dan tidak ada lagi daratan yang
menghubungkan Samosir
dengan Sumatera. Maka muncullah kata sebutan baru yaitu
- Hasil kerja rodi disebut Tano Ponggol.
- Samosir menjadi Pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba, dihubungkan jembatan dengan pulau Sumatera dinamakan Jembatan Tano Ponggol.
Dalam sebuah tulisan di pusukbuhit.com, dikatakan bahwa Tano
Ponggol diresmikan pada tahun 1913 oleh Kerajaan Belanda oleh Ratu
Willhelmina, dan Tano Ponggol disebut Terusan Willhelmina. Demikian
pengakuan kakek dari penulis tulisan tersebut, yang ikut dalam kerja
rodi pada saat itu. Namun demikian, kebenarannya masih perlu ditelusuri
lebih dalam lagi.
Sejak kemerdekaan hingga tahun 1980-an, Tano Ponggol adalah tempat
yang popular sebagai tempat transit perdagangan hasil bumi dari Samosir
seperti bawang, kacang (hasil utama saat itu) dengan tujuan kota dagang
kecil yaitu Haranggaol setiap hari Senin dan Tigaras setiap hari Jumat,
dengan kendaraan danau (seperti kapal/solu-solu penumpang Tomok –
Ajibata sekarang). Lalu lalangnya kapal melalui Tano Ponggol juga
dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk berdagang Jagung Bakar.
Tidak dijelaskan apa yang menjadi latar belakang pengerjaan Tano Ponggol saat itu. Namun mungkin, salah satu kemungkinan yang dapat kita pikirkan, alasan penggalian kanal Tano Ponggol akan mirip dengan alasan pembangunan terusan Suez atau terusan Panama.
0 komentar:
Posting Komentar